Contoh pelanggaran HAM di
Indonesia sangat banyak, salah satunya pada anak-anak. Contoh pelanggaran
HAM pada anak-anak dapat terjadi saat hak anak di abaikan. Anak
merupakan masa depan bangsa, jadi tidak ada pengecualian, hak asasi manusia
untuk anak perlu di perhatikan. Contoh-contoh pelanggaran hak asasi manusia
pada anak seperti pembuangan bayi, penelantaran anak, gizi buruk hingga
penularan HIV/Aids. Berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA), kasus pembuangan bayi di Indonesia yang umumnya dilakukan kalangan
orang tua mengalami peningkatan.
Seperti yang saya baca beritanya di Republika, ternyata pada tahun 2008, Komnas PA menerima pengaduan kasus pembuangan bayi sebanyak 886 bayi. Sedangkan tahun 2009 jumlahnya meningkat menjadi 904 bayi. Tempat pembuangan bayi juga beragam, mulai dari halaman rumah warga, sungai, rumah ibadah, terminal, stasiun kereta api, hingga selokan dan tempat sampah.
Dari laporan yang didapatkan dari masyarakat, sekitar 68 persen bayi yang dibuang tersebut meninggal dunia, sedangkan sisanya diasuh masyarakat atau dititipkan di panti asuhan.
Kemudian, dari data yang didapatkan dari Direktorat Pelayanan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Komnas PA menemukan sekitar 5,4 juta anak yang mengalami kasus penelantaran. Sedangkan anak yang hampir ditelantarkan mencapai 17,7 juta orang.
Contoh pelanggaran HAM di Indonesia yang terjadi pada anak adalah gizi buruk (marasmus kwasiokor) yang berdasarkan dari UNICEF, badan PBB untuk perlindungan anak, jumlahnya mencapai 10 juta jiwa di Indonesia.
Dalam data Komnas PA, salah satu wilayah yang paling terjadi kasus gizi buruk itu adalah Sumatera Barat.
Di Sumatera Barat, 23 ribu anak dari 300 ribu usia balita mengalami gizi buruk. Namun Arist Merdeka Sirait menyatakan, kasus gizi buruk dan kekurangan gizi juga banyak terdapat di daerah lain.
Adapun kasus penularan HIV/Aids di Indonesia, terdapat 18.442 kasus orang tua yang menderita penyakit mematikan tersebut hingga September 2009. Mereka, kata Aries, tentu berpotensi menularkan terhadap anak berdasarkan laporan yang didapatkan dari Kementerian Kesehatan.
Seperti yang saya baca beritanya di Republika, ternyata pada tahun 2008, Komnas PA menerima pengaduan kasus pembuangan bayi sebanyak 886 bayi. Sedangkan tahun 2009 jumlahnya meningkat menjadi 904 bayi. Tempat pembuangan bayi juga beragam, mulai dari halaman rumah warga, sungai, rumah ibadah, terminal, stasiun kereta api, hingga selokan dan tempat sampah.
Dari laporan yang didapatkan dari masyarakat, sekitar 68 persen bayi yang dibuang tersebut meninggal dunia, sedangkan sisanya diasuh masyarakat atau dititipkan di panti asuhan.
Kemudian, dari data yang didapatkan dari Direktorat Pelayanan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Komnas PA menemukan sekitar 5,4 juta anak yang mengalami kasus penelantaran. Sedangkan anak yang hampir ditelantarkan mencapai 17,7 juta orang.
Contoh pelanggaran HAM di Indonesia yang terjadi pada anak adalah gizi buruk (marasmus kwasiokor) yang berdasarkan dari UNICEF, badan PBB untuk perlindungan anak, jumlahnya mencapai 10 juta jiwa di Indonesia.
Dalam data Komnas PA, salah satu wilayah yang paling terjadi kasus gizi buruk itu adalah Sumatera Barat.
Di Sumatera Barat, 23 ribu anak dari 300 ribu usia balita mengalami gizi buruk. Namun Arist Merdeka Sirait menyatakan, kasus gizi buruk dan kekurangan gizi juga banyak terdapat di daerah lain.
Adapun kasus penularan HIV/Aids di Indonesia, terdapat 18.442 kasus orang tua yang menderita penyakit mematikan tersebut hingga September 2009. Mereka, kata Aries, tentu berpotensi menularkan terhadap anak berdasarkan laporan yang didapatkan dari Kementerian Kesehatan.
Pelanggaran Hak Asasi Anak di Indonesia
Hak asasi merupakan hak mendasar yang dimiliki setiap
manusia semenjak dia lahir. Hak pertama yang kita miliki adalah hak untuk hidup
seperti di dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 9 ayat (1) tentang hak
asasi manusia, “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan
meningkatkan taraf hidupnya”, ayat (2) “Setiap orang berhak hidup tenteram,
aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan bathin”, dan ayat (3) “Setiap orang
berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”
Seiring berjalannya waktu, hak asasi manusia (HAM) mulai dilindungi oleh setiap negara. Salah satunya adalah Indonesia, hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Seiring berjalannya waktu, hak asasi manusia (HAM) mulai dilindungi oleh setiap negara. Salah satunya adalah Indonesia, hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Meskipun di Indonesia telah di atur Undang Undang tentang
HAM, masih banyak pula pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Pelanggaran HAM yang baru-baru ini sedang marak adalah pelanggaran hak asasi
perlindungan anak. Padahal di dalamnya sudah terdapat Undang Undang yang
mengatur di dalamnya, antara lain Undang Undang No. 4 tahun 1979 diatur tentang
kesejahteraan anak, Undang Undang No. 23 tahun 2002 diatur tentang perlindungan
anak, Undang Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, Keputusan
Presiden No. 36 tahun 1990 diatur tentang ratifikasi konversi hak anak.
Persoalan mungkin dapat menjadi rumit ketika seorang anak
mengalami diskriminasi berlapis, yaitu seorang anak perempuan. Pertama, karena
dia seorang anak dan yang kedua adalah karena dia seorang perempuan. Di kasus
inilah keberadaan anak perempuan diabaikan sebagai perempuan.
Ada banyak kasus tentang pelanggaran hak atas anak. Misalnya
pernikahan dini, minimnya pendidikan, perdagangan anak, penganiayaan anak dan
mempekerjakan anak di bawah umur. Pernikahan dini banyak terjadi di pedesaan,
46,5% perempuan menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum
mencapai 16 tahun. Survey terhadap pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi
Doli, di Surabaya ditemukan bahwa 25% dari mereka pertama kali bekerja berumur
kurang dari 18 tahun (Ruth Rosenberg, 2003).
Contoh kasus paling nyata dan paling segar adalah pernikahan
yang dilakukan oleh Kyai Pujiono Cahyo Widianto atau dikenal dengan Syekh Puji
dengan Lutfiana Ulfa (12 tahun). Di dalam pernikahan itu seharusnya melanggar
Undang Undang perkawinan dan Undang Undang perlindungan anak.
Kasus ini juga ikut membuat Seto Mulyadi, Ketua KOMNAS
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terjun langsung. Menurutnya perkawinan
antara Syekh Puji dengan Lutfiana Ulfa melanggar tiga Undang Undang sekaligus.
Pelanggaran pertama yang dilakukan Syekh Puji adalah terhadap Undang Undang No.
1 tahun 1974 tentang perkawinan. Di dalam Undang Undang tersebut disebutkan
bahwa perkawinan dengan anak-anak dilarang. Pelanggaran kedua, dilakukan
terhadap Undang Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang
melarang persetubuhan dengan anak.
Dan yang terakhir, pelanggaran yang dilakukan terkait dengan
Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Setelah menikah, anak
itu dipekerjakan dan itu seharusnya dilarang. Selain itu, seharusnya di umur
Lutfiana Ulfa yang sekarang adalah masa untuk tumbuh dan berkembang,
bersosialisasi, belajar, menikmati masa anak-anak dan bermain.(dari berbagai
sumber/sir) (Redaksi/malangpost)
yang genah lah jo pelit" ngasi tulisan gede in titik napa huhhh mau bkin orng buta yya???
BalasHapus